![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgr2aUkrYnlmLCRnXn-h10l0BgfzK8sW6jUIxRqeLpR0arAMg0AuButbe3su4mcQVy8s2gbjIwAjGAs5hl_1veyAV2rt4sMHE0Zp3Xtw-qPUjUghNhcQOkLOdQcAOpV34w5xbPHfJ4WgRTl/s320/bali-house.jpg)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV32RDR1dBceUUS_SV_pf1bPirgpLFwXZWN-SyRlwm1mo0MSxIPrFu4WVhH-V-VhfIqHdHbMm_t6kXCOfxV4IOGfUk2aupJzjvGVLM7YAhynmvo7FuenxRfJGBkd4rPoplbhNhGI1mvhxl/s320/pura_berlin_151.jpg)
Dibukanya Pulau Bali sebagai daerah pariwisata memerlukan fasilitas pendukung lainnya, termasuk perumahan yang memerlukan lahan yang luas, sedangkan perumahan telah ada, terutama di kota-kota sudah sangat padat, dan lahan yang masih tersisa sangat terbatas.
Untuk mengatasi keterbatasan lahan, perlu ada strategi di dalam perencanaan sehingga memenuhi persyaratan perumahan yang sehat dimana dicapai dengan terpenuhinya unsur-unsur fisik, psikologi, dan sosial oleh penghuni dalam menggunakan perumahan tersebut.
Dalam perencanaan perumahan dapat dicapai dari dua segi, menyesuaikan dengan lingkungan dan memanfaatkan teknologi. Teknologi diciptakan karena ada kekurangan dalam proses biologis, atau membutuhkan waktu yang terlalu lama. Tetapi menggunakan teknologi berlebihan, mengakibatkan keadaan kritis pada lingkungannya. Faktor utama penyebab pecemaran lingkungan adalah manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi lingkungan di Bali diperlukan pendekatan kultural dengan kearifan lokal yang telah dimiliki, salah satunya “Tri Hita Karana” yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya.
1. Hubungan Manusia dengan Tuhan
Untuk mencapai kedamaian dan keharmonisan dalam jiwa, setiap pemeluk agama Hindu diajarkan lima prisip kepercayaan yang disebut Panca Srada yaitu:
a. Brahman percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa,
b. Atman percaya adanya roh,
c. Karma Pala percaya kepada segala perbuatan pasti ada hasilnya,
d. Reinkarnasi percaya adanya penitisan kembali,
e. Moksah tujuan akhir pemeluk Hindu, yaitu ketenangan abadi atau bebas dari ikatan duniawi.
Dalam upaya untuk mengharmoniskan hidup ini dengan Tuhan dengan sesama manusia dan lingkungan, pemeluk agama Hindu perlu melaksanakan panca yadnya yakni dewa yadnya, pitra yadnya, resi yadnya, manusa yadnya, dan buta yadnya. Agar bisa melakukan hubungan antara atma dengan paratma atma untuk bisa mencapai kesucian jiwa
Lebih lanjut, jika lahan yang tersedia memungkinkan perlu dibangun fasilitas persembahyangan pada setiap rumah dan perumahan yang memadai sesuai dengan desa kala patra dengan mempertimbangkan lahan yang tersedia.
2. Hubungan Manusia dengan Manusia
Manusia tidak akan sempurna bila hidup sendiri. Manusia akan menata hubungan dengan yang lainnya dengan bermasyarakat. Menurut Pudjiwati Sajogyo dalam Sosiologi Pembangunan, masyarakat pada umumnya dapat diklasifikasikan atas:
1. Kesatuan budaya dan keagamaan
2. Kesatuan pekerjaan /ekonomi.
3. Kesatuan politik.
Dalam budaya Bali yang penduduknya kebanyakan agama Hindu memperhatikan pembinaan keluarga mulai dari terbentuknya janin sampai meninggal penuh dengan upacara adat dan agama.
Sedangkan hubungan yang lebih besar dibidang budaya, politik, ekonomi dilaksanakan di atas kesatuan kelompok seperti banjar, sekeha, subak. Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan periode, sehari-hari, mingguan maupun tahunan, dalam perencanaan agar dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Sebagai contoh dalam perencanaan kurang dipikirkan adanya ruang terbuka untuk menerima tamu pada saat pelaksanaan upacara pernikahan atau upacara besar lainya, maka upacara tersebut harus dilakukan di luar lingkungan perumahan yang biasanya membutuhkan dana yang lebih banyak.
3. Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan mencakup sangat luas. Menurut Emil Salim dalam Lingkungan Hidup dan Pembangunan mengungkapkan bahwa lingkungan hidup dan pembangunan diartikan sebagai segala benda, kondisi dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia.
Secara umum, lingkungan sering di klasifikasikan dalam:
1. Lingkungan Abiotik; yaitu lingkungan benda-benda mati seperti air, tanah, gas, api, dan gas energi yang terkandung didalamnya.
2. Lingkungan Biotik; yakni, flora, fauna, dan segala sesuatu yang memiliki zat hidup baik yang hidup di darat maupun di air.
3. Lingkungan cultural/kebudayaan yakni mencakup seluruh aktivitas manusia yang menempati dimensi ruang yang tidak terbatas.
Bangunan rumah dalam perumahan tradisional Bali perencanaanya memperhatikan lingkungan abiotik dengan menutup bangunan dengan tembok penyengker (tembok keliling), sedangkan tiap bangunan yang ada di dalamnya dibiarkan terbuka agar bisa memanfaatkan cahaya, udara, dengan leluasa dengan membuka ruang seluas mungkin yang bisa berorietasi ketengah (natah). Satu areal pekarangan pada rumah tradisional Bali pada umumnya dibagi atas tiga bagian yaitu bagian luan (atas) digunakan untuk tempat persembahyangan, bagian tengah untuk tempat tinggal sedangkan bagian teben (rendah) untuk menyimpan bahan-bahan yang tidak berguna lagi dan memelihara hewan. Pada setiap areal ini juga direncanakan tempat-tempat untuk tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat untuk sarana upacara, kebutuhan rumah tangga maupun untuk obat-obatan. Dari segi kekuatan juga diperhatikan pemilihan bahan bangunan, juga disesuaikan dengan lingkungannya sebagai akibat dari posisi pulau Bali yang merupakan jalur gempa, maka bahan struktur lebih banyak dipertimbangkan menggunakan bahan-bahan yang lebih fleksibel, seperti kayu maupun bambu.
Dari segi keindahan bahan-bahan yang dipakai, bahan alamiah dengan warna aslinya, penempatannya juga diatur sesuai dengan logika seperti bahan yang memberi kesan yang ringan ditempatkan pada bagian atas sedangkan bahan yang kesannya berat ditempatkan pada bagian bawah dengan proporsi yang telah terencana. Hal-hal tersebut dapat memberi gambaran dan inspirasi untuk membantu perencanaan rumah dan perumahan untuk masa kini dan yang akan datang.
Link yang bersangkutan : adamadhava.mpdconsultant.com